Pondok ARYASATYA
Rabu, 17 Januari 2018
Menjaga Lisan
Berkata Abdullah bin Mubarak
Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat menunaikan Haji ke
Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam
Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. Ketika saya
berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian
yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya
mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua
itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin
Mubarak, dijawab dengan
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an.
Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup
memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan min robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58)
(artinya : “Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha
Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah merahmati anda,
mengapa anda berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu fa la
hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf : 186 )
(“Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada
petunjuk baginya”)
Dengan jawaban ini, maka tahulah
saya, bahwa ia tersesat jalan.
Abdullah : “Kemana anda hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal masjidil
haraami ilal masjidil
aqsa.” (QS. Al-Isra’ : 1)
(“Maha suci Allah yang telah
menjalankan hambanya di waktu malam dari
masjid haram ke masjid aqsa”)
Dengan jawaban ini saya jadi
mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak
menuju ke masjidil Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama anda berada di
sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin sawiyya” (QS. Maryam : 10)
(“Selama tiga malam dalam keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda makan selama dalam
perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79)
(“Dialah
pemberi aku makan dan minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu maa-an
fatayammamu sha’idan
thoyyiban” (QS. Al-Maidah :6)
(“Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih”)
Abdulah : “Saya mempunyai sedikit makanan,
apakah anda mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah : 187)
(“Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai
malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan bulan Ramadhan,
mengapa anda berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa innallaaha syaakirun
‘aliim.” (QS. Al- Baqarah:158)
(“Barang siapa melakukan sunnah
lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah diperbolehkan berbuka
ketika musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu khoirun lakum in
kuntum ta’lamuun.”
(QS. Al-Baqarah : 184)
(“Dan jika kamu puasa itu lebih
utama, jika kamu mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak menjawab sesuai
dengan pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min qoulin illa
ladaihi roqiibun ‘atiid.” (QS. Qaf : 18)
(“Tiada satu ucapan yang diucapkan,
kecuali padanya ada Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis manusia yang
manakah, hingga bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun.
Inna sam’a wal bashoro wal fuaada, kulluulaaika kaana ‘anhu mas’ula." (QS. Al-Isra’ : 36)
(“Jangan
kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat salah, maafkan
saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum, yaghfirullahu
lakum.” (QS.Yusuf : 92)
(“Pada hari ini tidak ada cercaan untuk
kamu, Allah telah mengampuni kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya mengangkatmu untuk
naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan
menjumpai kafilah yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS Al-Baqoroh : 197)
(“Barangsiapa mengerjakan suatu kebaikan,
Allah mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini berpaling dari
untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30)
(“Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan
mereka”)
Maka saya pun memejamkan pandangan
saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai
untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar
sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya.
Wanita itu berucap lagi.
Wanita tua : “Wa maa ashobakum min mushibatin fa
bimaa kasabat aidiikum.”
(QS. Asy-Syura’ 30)
(“Apa saja yang menimpa kamu
disebabkan perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar, saya akan
mengikatnya terlebih dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79)
(“Maka kami telah memberi pemahaman pada nabi Sulaiman”)
Selesai mengikat unta itu saya pun
mempersilahkan wanita tua itu naik.
Abdullah : “Silahkan naik sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi sakhkhoro lana
hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf : 13-14)
(“Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami”)
Saya pun segera memegang tali unta
itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika waghdud min
shoutik” (QS. Lukman : 19)
(“Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu”)
Lalu jalannya unta itu saya
perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara minal qur’aan” (QS. Al- Muzammil : 20)
(“Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah diberi kebaikan
yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru illa uulul
albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269)
(“Dan tidaklah mengingat Allah itu
kecuali orang yang berilmu”)
Dalam perjalanan itu saya bertanya
kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda lakum tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101)
(“Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan kafilah di
depan kami, saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda berada dalam
kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna zinatul
hayatid dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46)
(“Adapun harta dan anak-anak adalah
perhiasan hidup di dunia”)
Baru saya mengerti bahwa ia juga
mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan mereka dalam
perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin wabin najmi hum
yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16)
(“Dengan tanda bintang-bintang mereka
mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat saya fahami
bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji
mengikuti beberapa petunjuk.
Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang akan kenal atau
keluarga dalam kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ : 125)
(“Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi”)
“Wakallamahu musa takliima” (QS. An-Nisa’ : 146)
(“Dan Allah berkata-kata kepada Musa”)
“Ya yahya khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam : 12)
(“Wahai Yahya pelajarilah alkitab
itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil nama-nama, ya
Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah
anak-anak muda yang bernama
tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini
datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati
falyandzur ayyuha azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19)
(“Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu
untukmu”)
Maka salah seorang dari tiga anak
ini pergi untuk membeli makanan, lalu
menghidangkan di hadapanku, lalu
perempuan tua itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil ayyamil
kholiyah”
(QS. Al-Haqqah : 24)
(“Makan dan minumlah kamu dengan
sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah
lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian semuanya makanan
ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku
siapakah perempuan ini sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini secara
serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun
beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya karena khawatir
salah bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa
terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya
saya pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul fadhlil
adhiim.”
(QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang
dikehendakinya, Allah adalah pemberi karunia yang besar”)
[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci
Para Sufi, Sayyid Abubakar bin
Muhammad
Syatha, hal. 161-168] dari Situs Al-Muhajir]
Langganan:
Postingan (Atom)